Bahasa Inggris merupakan bahasa yang kaya raya akan unsur
kajian. Untuk dapat memahami kalimat bahasa Inggris secara mendalam, kita tentu
harus menguasai berbagai unsur ‘kekayaannya’.
Salah satu unsur kajian ilmu bahasa Inggris adalah kajian Tata Bahasa Fungsional,
yang dipelopori M.A.K Halliday. Dalam ilmu ini, pokok kajian berfokus kepada struktur
bahasa yang dipelajari berdasarkan fungsi unsur-unsur pembentuknya. Kajian ilmu
ini berhubungan erat dengan pemahaman makna ungkapan dalam suatu bahasa,
khususnya bahasa Inggris.
Jika bahasa merupakan sistem makna yang memiliki
struktur, maka Tata Bahasa Fungsional
menguraikan pembahasan mengenai struktur bahasa berdasarkan makna. Tata Bahasa Fungsional mempelajari bagaimana hubungan
unsur-unsur tersebut dapat menghasilkan makna tertentu, karena makna dan
struktur bahasa merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan.
Ruang lingkup uraian Tata Bahasa
Fungsional berfokus kepada klausa. Dalam kajian ilmu ini, klausa
dapat merupakan tiga hal, yakni Clause as message, Clause as Exchange,
dan Clause as representation.
Ketiga kategori klausa ini merupakan suatu landasan untuk mengetahui
pembentukan makna sehingga makna tersebut dapat dimengerti. Klausa
merupakan salah satu unsur tataran bahasa selain kata, frasa, kalimat, dan
wacana. Begitu pula dalam bahasa
Inggris, klausa memiliki predikat yang berupa verba sebagai unsur utamanya. Salah satu fungsi klausa adalah bahwa klausa dapat
merupakan suatu alat untuk mengungkapkan sekaligus menggambarkan apa yang
terjadi di lingkungan sekitar manusia dan di dalam diri mereka. Segala hal yang terjadi itu dijabarkan dalam
sistem semantik bahasa dan kemudian diungkapkan melalui tata bahasa klausa. M.A.K. Halliday menyebut teori ini dengan
istilah Proses (Process). Menurutnya, Proses dalam semantik bahasa Inggris terdapat tiga Proses
inti, yakni Material Process, Mental Process, Relational Process, dan
tiga Proses tambahan, yaitu Behavioral Process, Verbal Process, dan Existential
Process. Semua jenis Proses tersebut
merupakan bagian dari kajian Tata Bahasa Fungsional dalam bahasa Inggris.
1. Clause as message (Klausa sebagai pesan)
Klausa dapat merupakan sebuah pesan
karena klausa dapat digunakan untuk melakukan kegiatan komunikasi. Dalam Clause
as message, terdapat istilah Theme dan Rheme. Theme adalah unsur yang menjadi
landasan sebuah pesan. Sedangkan Rheme adalah pesan yang dikembangkan
dari Theme. Theme selalu
muncul pada bagian awal sebuah klausa karena Theme merupakan titik awal
sebuah pesan. Theme dapat berupa Nominal group, Adverbial group, atau
Prepositional phrase.
Untuk lebih jelasnya, contoh Clause
as message dapat dilihat di bawah ini:
The duke
Once
Very carefully
On Friday night
|
has given my aunt that report
I was a real turtle
she put him back on his feet again
I go backwards to bed
|
Theme
|
Rheme
|
2. Clause as exchange (Klausa sebagai sarana pertukaran)
Yang dimaksud dengan Clause
as exchange adalah bahwa klausa merupakan alat untuk berinteraksi; klausa adalah
sebuah sarana untuk bertukar, yaitu untuk ‘memberi’ (giving) dan ‘meminta’
(demanding). Mengenai hal ini, Halliday menerangkan bahwa ‘giving’
(memberi) pasti mengharapkan ‘receiving’ (menerima), dan ‘demanding’ (meminta) pasti mengharapkan ‘giving’ (memberi). Dengan kata lain, dalam Clause as
exchange, dibutuhkan suatu hal untuk ditukar. Hal tersebut dapat berupa (a) goods-&-services,
atau (b) information.
Contoh:
(1) Kiss me!
(2) Pass the salt!
(3) When did you last see your
father?
Dalam
contoh (1) dan (2), hal yang diminta adalah goods-&-services, sedangkan
dalam contoh (3), hal yang diminta adalah information.
3.
Clause as representation (Klausa sebagai sarana representasi)
Clause as representation berarti klausa
dilihat dari sisi fungsinya sebagai alat untuk merepresentasikan sesuatu, yakni
sebagai alat untuk menguraikan segala hal yang terjadi, baik itu yang terjadi
di luar, maupun di dalam tubuh manusia. Unsur-unsur pembentuk Clause
as representation terdiri dari Process, participant, dan circumstance.
Contoh:
The
lion
|
chased
|
the
tourist
|
lazily
|
through
the bush
|
participant
|
process
|
participant
|
circumstance
|
circumstance
|
Adapun penjabaran mengenai unsur-unsur Clause as
representation adalah sebagai berikut:
a. Process (Proses)
Terdapat
beberapa hal yang perlu diketahui dalam pembentukan suatu Proses. Suatu Proses tidak akan muncul tanpa adanya
peran masing-masing komponen pembentuknya.
Halliday menyebutkan bahwa unsur-unsur Process terdiri dari proses itu sendiri (process), pelibat (participant),
serta circumstance sebagai unsur opsional.
Demikian penjabaran Halliday
mengenai process yang dimaksud,
“What does it mean to say that a
clause represents a process? Our most powerful conception of reality is that it consists of
‘goings-on’: of doing, happening, feeling, being. These goings-on are sorted out in the
semantic system of language, and expressed through the grammar of the clause”.(Halliday,
1985: 101).
Kutipan ini menjelaskan bahwa dalam
Clause as representation, klausa berfungsi
sebagai alat untuk mengungkapkan segala hal yang terjadi, yakni Proses. Proses tersebut dapat merupakan suatu
tindakan, perasaan dan pengalaman, serta segala kejadian dan kenyataan yang ada
di sekitar kita.
Bloor (1995: 110), dalam bukunya,
The Functional Analysis of English, A Hallidayan Approach, menyebutkan,
“The
term process as a technical term in systemic functional grammar has a slightly
different meaning from its everyday usage.”
Istilah
proses dalam Tata Bahasa
Fungsional memiliki arti tertentu, yang
berbeda dari penggunaannya sehari-hari. Lebih
lanjut mereka menjabarkan bahwa yang dimaksud proses (process) adalah,
1. Berfungsi
untuk menunjukkan segala hal yang terjadi dalam klausa
2.Untuk
menunjukkan maksud (hal). Maksud tersebut diisyaratkan dalam
kelompok verba, yang berperan sebagai process.
b.
Participant (Pelibat)
Menurut
Liisa Holopainen, pelibat adalah unsur sebuah Proses yang terdiri dari manusia
atau benda, sehingga dapat disimpulkan bahwa pelibat masuk ke dalam kelas kata
nomina. Proses dapat terjadi karena terdapat pelibat tertentu yang memiliki
perannya masing-masing dalam sebuah klausa. Pelibat tersebut kemudian menyatu
dengan proses sehingga menjadi sebuah rangkaian yang menghasilkan sebuah makna.
c.
Circumtance
Unsur
lain yang dapat muncul dalam sebuah
Proses adalah Circumstance.
Namun demikian, unsur ini bukan merupakan unsur yang selalu muncul dalam
klausa seperti halnya process dan participant. Circumstance ini
berupa unsur opsional; unsur ini
dapat muncul atau tidak sama sekali dalam suatu klausa.
Circumstances dapat diketahui dengan
pertanyaan-pertanyaan seperti ‘kapan?’, ‘di mana?’, ‘kenapa?’, ‘bagaimana?’, ‘berapa
banyak?’, dan ‘sebagai apa?’. Circumstances ini dapat berupa adverb, frasa adverbia, frasa preposisi,
dan klausa bawahan.
Mengenai
hal ini, unsur-unsur yang dapat berperan sebagai Circumstance
menurut Halliday adalah:
- Extent and Location (ukuran luas dan lokasi)
Yang
dimaksud Extent dalam Circumstance adalah suatu ukuran. Adapun untuk cakupan ukuran yang dimaksud
adalah seperti yakni yar, putaran, babak, dan tahun. Extent dan Location dapat
bersifat Spatial (ruangan: jarak dan tempat) dan dapat bersifat Temporal
(durasi dan waktu), sehingga Extent dapat ditandai dengan bentuk-bentuk
interogatif ‘how far?’, ‘how long?’, ‘how many (satuan ukuran)?’, dan ‘how
many times?’” Sedangkan Location
dapat ditandai dengan bentuk interogatif ‘where?’ dan ‘when?’.
Berikut
contoh dan gambaran mengenai Extent dan Location:
Spatial
|
Temporal
|
|
Extent
|
Distance
walk
(for) seven
miles
|
Duration/frequency
stay
(for) two hours
|
Location
|
Place
work
in the kitchen
|
Time
get up
at six o’clock
|
- Manner (sifat/cara)
Manner
mengacu kepada
beberapa sub-kategori, yakni:
a. Means (alat)
Means mengacu kepada suatu alat atau
sarana yang menyebabkan terjadinya sebuah proses.. Pada umumnya, Means
diungkapkan dengan frasa preposisi yang menggunakan preposisi ‘by’ atau
‘with’
Contoh:
She beat the pig with the stick
b. Quality (kualitas)
c.
Quality
biasanya
diungkapkan dengan kelompok adverbia, dengan adverb ‘–ly’ sebagai inti. Interrogative
(kata tanya untuk mengetahui) Quality
adalah ‘How?’ Atau ‘How…?’ ditambah adverb yang bersangkutan.
Contoh:
It
was snowing heavily
d. Comparison (perbandingan)
Comparison biasanya diungkapkan dengan
frasa preposisi yang menggunakan ‘like’ atau ‘unlike’. Selain itu, Comparison dapat juga
diungkapkan oleh kelompok adverbia yang menunjukkan persamaan atau perbedaan. Interrogative untuk Comparison adalah
‘what… like?’
Contoh:
It went through my head like
an earthquake.
- Cause (penyebab)
Cause terdiri dari beberapa
sub-kategori, yakni:
a. Reason (alasan)
Reason
menunjukkan
alasan terjadinya sebuah proses. Reason ini biasanya diungkapkan dengan
preposisi ‘through’, ‘because of’, ‘as a result of’, ‘thanks to’, dan
‘of’ yang berfungsi sebagai preposisi penuh.
Contoh:
…die of starvation
b. Purpose (tujuan)
Purpose
menunjukkan
tujuan terjadinya suatu tindakan, yakni maksud di dalamnya. Purpose ditandai
dengan penggunaan frasa preposisi yang menggunakan ’for’ atau preposisi
kompleks seperti ’in the hope of’ dan ’for the purpose of’. Interogative untuk Purpose
adalah ’what for?’.
Contoh:
She
went nearer to watch them.
c. Behalf (untuk
kepentingan...)
Behalf
menunjukkan
suatu kepentingan yang ditujukan kepada seseorang atau suatu kesatuan yang lain. Behalf menurutnya dapat diungkapkan
oleh frasa preposisi yang menggunakan ‘for’.
Contoh:
Pray
for me
Interrogative untuk Behalf biasanya adalah ‘who for?’.
- Accompaniment (keikutsertaan)
Unsur Accompaniment ini
merepresentasikan makna ‘dan’, ‘atau’, dan ‘tanpa’, dalam
posisinya sebagai salah satu unsur Circumstance. Dengan kata lain, frasa preposisi dalam Accompaniment
dapat mengandung salah satu makna di antara ‘dan’, ‘atau’, dan ‘tanpa’’. Frasa preposisi yang biasa dipakai dalam Accompaniment
adalah ‘with’, ‘without’, ‘besides’, dan ‘instead of’. Untuk lebih jelasnya, Accompaniment dapat
dilihat di dalam contoh-contoh berikut:
·
Jane
set out with her umbrella
·
Fred
came without Tom
·
Fred
came instead of Tom
- Matter (perihal)
Matter
dapat menjawab
pertanyaan ‘what about?’. Frasa
preposisi yang biasa dipakai dalam Circumstance ini adalah frasa
preposisi seperti ‘about’, ‘concerning’, ‘with reference’, dan ‘of’.
Contoh:
- I worry about her health
- He kept quiet on the subject of compensation for their losses.
- Role (peran)
Role dapat menjawab pertanyaan ‘what
as?’ dan merepresentasikan makna ‘be’, baik itu sebagai attribute
atau identity.
Preposisi
yang biasa dipakai dalam Role adalah: ‘as’, ‘by way of’, ‘in the
role/shape/guise/form of’.
Contoh:
- I come here as a friend
- They leave the place by way of protest
Jenis-jenis
Process
Halliday
membagi Process kepada beberapa jenis.
Dengan pembagian jenis Process ini, dapat terlihat perbedaan antara
istilah proses yang bersifat teknis dan non-teknis. Proses tersebut berupa tiga proses pokok, dan
tiga proses tambahan. Adapun rinciannya
adalah sebagai berikut:
- Material Process
Material
Process ini adalah
‘proses melakukan’ sesuatu. Sebagaimana ungkapannya,
Unsur Material process ini
terdiri dari:
a.. Proses itu sendiri (process),
yang merupakan verbal group, dan
b. Participant (pelibat),
yang merupakan nominal group.
Seperti
yang telah diuraikan di atas, Process dalam Material process harus
memiliki makna ‘melakukan sesuatu’. Material
process adalah bahwa proses ini dapat menjawab pertanyaan yang mengandung verba
‘melakukan’, seperti contoh ini: “Apa yang dilakukan harimau?”. Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa verba
yang dipakai dalam proses tersebut merupakan verba ‘doing’ , atau verba
‘melakukan suatu hal’.
Karena
verba yang dipakai dalam process ini berupa verba ‘aksi’, maka Halliday
juga menjabarkan konsep Actor dan Goal. Actor
adalah seseorang atau sesuatu yang melakukan perbuatan, sedangkan Goal adalah
seseorang atau sesuatu yang dikenai atau ‘mengalami akibat’ proses tersebut.
Contoh:
The
lion
|
caught
|
the tourist
|
Actor
|
Process
|
Goal
|
- Mental Processes
Mental
process merupakan
proses yang terjadi di dalam diri manusia, yakni proses merasakan, berpikir dan
melihat. Mental process bukan
proses ‘melakukan sesuatu’ sehingga proses ini tidak dapat digantikan dengan ‘do’.
Dalam
Mental process ini, terdapat pelibat yang disebut dengan istilah Senser
dan Phenomenon. Senser ialah
seseorang yang mengalami proses.
Sedangkan Phenomenon adalah hal yang dialami.
Sederhananya,
mental process dapat ditandai dengan penggunaan verba yang bersifat mental
(terjadi di dalam) serta tidak bersifat ‘aksi’, dan salah satu pelibatnya harus
merupakan makhluk hidup. Lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut:
I
|
like
|
it
|
Senser
|
Process
|
Phenomenon
|
Untuk dapat membedakan dengan jelas antara Mental Process dan Process yang lainnya, berikut uraian rinci Mental Process yang saya ambil dari beberapa sumber.
Halliday menyatakan,
“Mental
processes are processes of feeling, thinking and seeing.
They are not kinds of doing, and cannot be probed or subtituted by ‘do’.” (Halliday, 1985: 111).
Yang kurang lebih maksudnya adalah bahwa Mental
processes merupakan
Proses merasakan, berpikir, dan melihat. Mental processes bukan Proses
melakukan, karena bukan merupakan suatu tindakan. Mental process tidak dapat diujicoba
atau digantikan oleh ‘do’. Halliday memberikan rincian lanjut mengenai Mental
process ini dengan menguraikan bahwa Feeling, Thinking, dan Seeing
di atas masuk ke dalam tiga sub-kategori verba, yaitu:
1. Perception (verba mengenai penglihatan,
pendengaran, dan sebagainya)
2. Affection (verba mengenai rasa suka, rasa
takut dan sebagainya)
3. Cognition (verba mengenai pikiran, rasa
tahu, rasa mengerti, dan sebagainya).
Apabila
kita mengacu kepada Oxford ADVANCED LEARNER’s Dictionary, Perception
dapat diartikan ke dalam beberapa maksud, yaitu:
1.
The way you notice things, especially with the senses
2.
The ability to understand the nature of something
3.
An idea, a belief or an image you have as a result of how you see or understand
something
Dari
ketiga arti yang dijabarkan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
verba Perception adalah verba yang berhubungan dengan daya perasa
seseorang serta kesadaran seseorang akan adanya sesuatu, dan semuanya terjadi
‘di dalam’ manusia.
Kategori
verba berikutnya adalah Affection.
Verba Affection memiliki makna yang berhubungan dengan perasaan
dan pandangan seseorang terhadap sesuatu karena Affection berarti “the
feeling of liking or loving somebody or something very much and caring about
them”. (Hornby, 2000: 22). Di samping itu, Leech juga menyebutkan dalam
bukunya bahwa makna afektif (Affective meaning) menunjukkan perasaan
pembicara, yakni mengenai pandangannya terhadap pendengar, atau pandangannya
terhadap apa yang dibicarakannya. (Leech, 1974: 18). Berdasarkan pengertian tersebut, verba yang
mengandung makna Affection berarti verba yang berkaitan dengan tingkat
perhatian, dan tingkat rasa suka atau rasa tidak suka seseorang akan sesuatu.
Kategori
yang terakhir adalah Cognition.
Dalam Oxford ADVANCED LEARNER’s Dictionary, dijelaskan
bahwa Cognition berarti “Process by which knowledge and understanding
is developed in the mind”, yakni suatu proses yang membuat pengetahuan dan
pemahaman berkembang dalam pikiran. Di
dalam Oxford ADVANCED LEARNER’s Dictionary juga terdapat
penjelasan mengenai makna leksikal kata ‘cognitive’--bentuk ajektifa
dari kata Cognition. Kata ‘cognitive’
memiliki makna yang berhubungan dengan proses pemahaman yang berhubungan dengan
pikiran. Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa verba berkategori Cognition adalah verba yang memiliki
kaitan dengan daya pikir manusia.
Mengenai
rincian dan ciri-ciri Mental process, Bloor (1995: 116), menambahkan
bahwa klausa-klausa Mental process cenderung diketahui melalui
penggunaan verba-verba seperti think, know, feel, smell, hear, see, want,
like, hate, repel, admire, enjoy, fear, frighten. Senada dengan ungkapan Bloor, Linda Gerot dan
Peter Wignell juga mendukung teori ini dengan pernyataan bahwa Mental
process tidak bersifat fisik dan bukan merupakan tindakan yang tampak jelas
karena Mental process berhubungan
dengan kejadian-kejadian yang tidak tampak. 1994: 58)
Dari
keseluruhan teori yang dijabarkan di atas, kesimpulan yang dapat diambil adalah
bahwa Mental process merupakan kejadian yang tidak terlihat, karena
terjadi di dalam diri kita. Mental
process bukan tindakan melakukan ‘apa’ keapada ‘siapa’, namun merupakan proses
merasakan, melihat, atau memikirkan ‘apa’.
Unsur
yang teribat dalam Proses ini adalah process itu sendiri, yang terdiri
dari verba mental, kemudian Senser dan Phenomenon. Senser adalah Orang yang mengalami
proses, dan Phenomenon adalah gejala yang dialami atau dirasakan oleh Senser.
Kriteria
Mental Process
Karakteristik
khusus klausa Mental process menurut
Halliday, yang membedakannya dengan klausa Material process adalah beberapa poin berikut:
1.
Di dalam Mental Process selalu
terdapat pelibat yang merupakan manusia, yang merasakan, berpikir, atau
menyadari, atau lebih tepat, dapat dikatakan
bersifat ‘seperti manusia’. Tanda yang
signifikan untuk pelibat ini adalah bahwa pelibat tersebut ‘memiliki
kesadaran’.
Senser, yang merupakan salah-satu pelibat
dalam klausa Mental process harus merupakan makhluk hidup yang berpikir,
yakni manusia atau setidaknya makhluk yang bernyawa. Senser harus
merupakan makhluk hidup karena hanya makhluk hiduplah yang dapat berpikir,
merasakan, dan menyadari.
Contoh:
Tim
|
knows
|
the city
|
Senser
(a sentient being)
|
Mental process
|
Phenomenon
|
Berbeda
dengan Senser, Phenomenon
tidak selalu merupakan makhluk hidup, namun dapat juga berupa makhluk tak hidup.
(Bloor et al.,1995: 118).
2.
Kriteria kedua yang dimiliki oleh klausa
Mental process adalah bahwa apa yang dirasakan, dipikirkan, dan disadari
bukan hanya merupakan sebuah benda, tapi dapat juga merupakan sebuah fakta (a fact).
Contoh:
Tim
|
realized
|
that he was in a big city
|
Senser
|
Mental process
|
Phenomenon
(a fact)
|
3. Kriteria Mental process yang berikutnya
yaitu bahwa Tense (Bentuk Waktu) dasar klausa ini berupa SIMPLE
PRESENT. Namun demikian, verba mental
juga mungkin terdapat dalam PRESENT CONTINUOUS.
Contoh:
I feel I’m knowing the city for the first time. (‘I’m getting
to know’).
Dalam
contoh di atas, klausa Mental process berada dalam bentuk Present Continuous,
namun demikian, makna yang dimiliki klausa ini tidak bersifat progresif,
bukan makna yang menyatakan ‘sedang terjadi sesuatu’, akan tetapi, klausa ini
menyatakan ‘akan terjadi sesuatu’.
4. Mental process dalam bahasa Inggris
direpresentasikan sebagai two-way processes (proses dua cara); sebagai
contoh, suatu klausa dapat dikatakan dengan cara ‘Mary liked the gift’
atau ‘The gift pleased Mary’. Dalam
contoh klausa ini, dengan mengganti verba ‘liked’ dengan ‘please’, ‘Marry’
yang merupakan Senser dapat berganti fungsi dari yang semula Subjek
menjadi Objek tanpa merubah makna klausa. Begitu pula dengan ‘the gift’—Phenomenon,
dalam contoh klausa ini. ‘The gift’
beralih fungsi dari Objek menjadi Subjek.
Namun demikian, walaupun terjadi pergantian posisi Senser dan Phenomenon,
klausa tetap berada dalam kalimat aktif, karena verba ‘liked’ memiliki
hubungan makna yang hampir sama dengan verba ‘pleased’. Inilah yang disebut oleh Halliday sebagai two-way
processes.
5. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya,
kriteria Mental process yang kelima adalah bahwa Mental Process tidak dapat diuji coba
atau digantikan oleh ‘do’ karena Mental process bukanlah hal
melakukan, melainkan hal merasakan, berpikir dan melihat. Mental process berfokus kepada hal-hal
‘bukan tindakan’ yang terjadi di dalam diri manusia.
6.
Mental process selalu melibatkan Senser dan Phenomenon. Namun demikian, kedua pelibat (Senser
dan Phenomenon) ini
tidak harus selalu muncul dalam klausa.
Ilustrasi
mengenai muncul atau tidaknya Senser dan Phenomenon dapat dilihat
dalam contoh berikut:
1) Dalam klausa Mental process,
mungkin terdapat Senser dan tidak ada Phenomenon (yang dituliskan secara tersurat).
Contoh: Jill can’t see.
Klausa tersebut sebenarnya
memiliki Phenomenon, namun tidak dinyatakan secara eksplisit.
2) Sebaliknya, dalam klausa tersebut
mungkin terdapat Phenomenon, namun tidak terdapat Senser.
Contoh:
Her every look bewitches
Senser dari bewitches adalah manusia, namun tidak disebutkan (implicit).
- Relational Process
Ungkapan
ini menyebutkan bahwa Relational process adalah proses tentang keadaan
(keberadaan) seseorang atau sesuatu. Hal
tersebut dapat dilihat pada contoh ‘Sarah is wise’, ‘Tom is the
leader’. Makna utama klausa jenis
ini adalah bahwa sesuatu ‘adalah…’.
Jenis
Relational processes adalah sebagai berikut:
a) Intensive X is A Contoh: Sarah is wise.
b) circumstantial X is at A Contoh: Sarah is at home.
c) possessive X has A Contoh: Sarah has a pet.
Setiap jenis Relational
process tersebut memiliki dua bentuk, yaitu :
a)
attributive
Dalam
bentuk attributive,
sebuah atribut yang disematkan kepada participant
dapat merupakan kualitas (intensive), keadaan –waktu,
tempat dsb. (circumstantial), atau sebagai kepemilikan (possessive).
b) identifying
Sedangkan dalam bentuk identifying,
suatu unsur dipakai untuk mengidentifikasi unsur yang lain. Keduanya dapat
memiliki hubungan yang bersifat intensive, circumstantial, atau possessive.
Perbedaan
yang paling mendasar antara keduanya adalah bahwa klausa identifying dapat
dibalik, sedangkan klausa attributive tidak dapat dibalik. Klausa identifying memiliki bentuk pasif,
sedangkan klausa attributive tidak memiliki pasif.
Ketiga
poin tersebut di atas merupakan jenis Process utama menurut
Halliday. Adapun proses yang bersifat
sekunder adalah:
- Behavioral processes
Behavioral
processes merupakan
proses perilaku yang bersifat fisik dan psikologis, seperti bernafas, bermimpi,
tersenyum, batuk. Secara gramatikal,
proses tersebut berada di antara Material processes dan Mental
processes.
- Verbal processes
Verbal
process menurut
Halliday adalah proses mengatakan. ‘Mengatakan’ di sini tidak hanya
terpaku kepada verba ‘say’, namun mencakup semua jenis verba yang
berhubungan dengan makna ‘mengatakan’. Demikian ungkapan Halliday mengenai hal tersebut
Contoh:
·
The
notice tells you to keep quiet.
·
My
watch says it’s half past ten.
- Existential processes
Existential
process berperan
dalam memberikan gambaran bahwa sesuatu hal ada
atau terjadi.
Contoh
Existential processes adalah:
There seems to be a problem
Kata
‘there’ pada contoh di atas tidak memiliki fungsi referensial, namun kata ‘there’
muncul karena klausa tersebut membutuhkan Subjek. Selain itu, Existential
processes biasanya memiliki verba ‘be’, atau verba yang lain yang
mengungkapkan keberadaan, kemudian diikuti dengan kelompok nomina yang
berfungsi sebagai Existent.
Demikian
uraian tentang klausa dan Proses dalam ruang lingkup Tata bahasa Fungsional
yang dipelopori oleh M.A.K Halliday. Semoga bermanfaat.
Daftar Pusataka
Bloor, T. & Bloor, M. 1995. The Functional Analysis of
English: A Hallidayan
Approach. New York: St.
Martin's Press.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik
Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Eggins, S. 1994. An Introduction to Systemic Functional
Linguistics. London:
Pinter.
Gerot, L & Wignell, P. 1994.
Making Sense of Functional Grammar: Australia:
Gerd Stabler.
Halliday, M.A.K. 1985. An
Introduction to Functional Grammar.
Great Britain:
Edward Arnold.
Halliday, M. A. K. & R. Hasan. 1976. Cohesion in English.
London: Longman
Leech, Geoffrey. 1974. Semantics:
the Study of Meaning. Great Britain: Penguin
Books.
Hornby, A.S. 2000. Oxford ADVANCED LEARNER’S Dictionary.
Oxford:
Oxford University
Press.
Holoppainen, Liisa. 2005. Who Did What To Whom: A Transitive
Analysis of
Amnesty Hearings in South Africa. Journal
of research 1-72.
makasih infonya gan, pas banget lagi nyari bahan.
BalasHapus